BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.
Alat
yang digunakan manusia untuk berkomunikasi antara satu sama lain adalah bahasa.
Bahasa diciptakan agar manusia dapat berpikir dan berkembangdari yang awalnya
kosong jadi isi.Bahasa diciptakan dalam berbagai macam. Contohnya saja kita
yang hidup di negaraIndonesia maka bahasa yang digunakannya pun bahasa
Indonesia berbeda dengan mereka yang di Malaysia mereka mengunakan bahasa
melayu begitulah selanjutnya mereka mengunakan bahasa sesuai dengan
daerah,negara masing-masing. Bahasa Indonesia yang kita gunakan juga dapat
diartikan sebagaibahasa kesatuan nasional. Sementara itu fungsi bahasa
Indonesiaantara lain sebagai berikut:
1.
Sebagai lambang negara.
2.
Lambang identitas negara.
3.
Alat penghubung antarwarga, antardaerah, antarbudaya.
4.
Menyatukan berbagai suku bangsa dengan latar belakang
yangberbeda-beda.
Dalam karya tulis ini saya membahas bahasa Indonesia dalam bahasa
jurnalistik dalam media massa. Bahasa merupakan alat yangdapat digunakan
sebagai bahasa media massa untuk menunjang perkembanganilmu pengetahuan dan
teknologi. Penyajian bahasa media massa sangatlahkomunikatif artinya dalam
penyampaian sebuah persoalan langsung pada pokok persoalan sedangkan spesifik
adalah penyampaian kata-kata padat dan singkat namun mudah dimengerti dan tidak
berubah daritopik.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan pengertian bahasa
jurnalistik ?
2. Apa saja yang menjadi dasar bahasa dalam
jurnalistik ?
3. Apa saja kesalahan-kesalahan bahasa dalam
jurnalistik ?
4. Apa peran Pers dalam bahasa ?
C. Tujuan
1. Agar mengetahui Apa yang dimaksud dengan
pengertian bahasa jurnalistik .
2. Agar mengetahui Apa saja yang menjadi dasar
bahasa dalam jurnalistik
3. Agar mengetahui Apa saja kesalahan-kesalahan
bahasa dalam jurnalistik
4. Agar mengetahui Apa peran Pers dalam bahasa ?
BAB II
PEMBAHAHASAN
A.
Pengertian Bahasa Jurnalistik
Bahasa
jurnalistik merupakan bahasa komunikasi massa sebagai bahasa dalam
harian-harian surat kabar dan majalah yang digunakan oleh wartawan
atau jurnalis dalam menulis karya-karya
jurnalistik. Bahasa jurnalistik
juga merupakan bahasa komunikasi
massa baik komunikasi lisandi media elektronik maupun
komunikasi tertulis di media cetak di media koran ,majalah dengan ciri khas
singkat, padat, dan mudah dipahami.Dengan demikian,
bahasa Indonesia pada karya-karya
jurnalistiklah yang dikategorikan sebagai bahasa jurnalistik ataubahasa pers.
Bukan karya-karya opini
(artikel danesai).
Bahasa
Jurnalistik memiliki dua ciri utama : komunikatif dan spesifik. Komunikatif
artinya langsung ke pokok materi atau ke pokok persoalan, bermakna tunggal,
tidak konotatif, tidak bertele-tele, dan tanpa basa-basi. Spesifik artinya
mempunyai gaya penulisan tersendiri, yakni kalimatnya pendek-pendek namun
kata-katanya jelas, dan mudah dimengerti orang awam.Bahasa Jurnalistik hadir
atau diperlukan oleh insan pers untuk kebutuhan komunikasi efektif dengan
pembaca (juga pendengar dan penonton).
B.
Dasar Bahasa Jurnalistik
Jurnalistik
menurut ilmu publisistik (dalam kertapati 1981), merupakan suatu cara
menyampaikan isi pernyataan melalui media massa. Berarti sarana yang digunakan
bisa media cetak (surat kabar tabloid atau majalah) atau media elektronik
(radio, televisi, film, atau e-news). Karena ragam bentuk jurnalistik itulah,
pengguna bahasa indonesia dalam jurnalistik beragam pula, tergantung media yang
digunakan. Anwar (1984)
menjelaskan bahasa indonesia jurnalistik memiliki dasar berikut :
1.
Singkat Dan Padat
Bahasa
indonesia jurnalistik harus singkat dan padat. Artinya, penulisan kalimat
sebuah berita tidak bertele-tele, harus sarat makna. Guna mewujudkan hal itu
perlu kecermatan dalam menggunakan panda baca. Sebuah kalimat usahakan tidak
lebih dari 20 kata. Sebab berdasarkan penelitian, kalimat yang lebih panjang
dari itu akan sulit dipahami.
2.
Jelas Dan Logis
Bahasa
indonesia yang digunakan harus jelas, mudah dipahami. Itulah sebabnya kalimat
harus disusun singkat dan padat. Hindari kata-kata istilah asing dengan
menggunakan padan katanya, kecuali yang sudah umum. Bila belum ada padan
katanya, bisa menggunakan penjelasannya.
Selain jelas,
bahasa jurnalistik harus logis. Artinya, kalimat yang ditulis harus bisa
diterima nalar dan isi kalimat dapat dimengerti. Isi yang terkandung harus
menunjukkan kejernihan berpikir dan keruntutan penalaran. Jangan sampai isi
kalimat mengandung makna ganda yang menimbulkan pertanyaan.
3.
Hemat Dan Menarik.
Penggunaan
bahasa jurnalistik singkat, padat, jelas dan logis, akan memudahkan wartawan
menulis berita yang hemat dan menarik. Kedua persyaratan itu merupakan keharusan,
karena sebuah kalimat meskipun hemat, tetapi tidak menarik tetap saja tidak
disukai pembaca atau pemirsa. Guna menulis hemat dan menarik itu harus
mempelajari rincian, materi tulisan, sasaran pembaca, gaya bahasa serasi dan
pilihan kata yang tepat sesuai materi dan sasarannya.
Selain hemat
dalam memilih kata dalam kalimat, wartawan atau reporter juga harus menghindari
kata-kata mubazir dalam kalimat. Katamu banjir merupakan partai yang bila
dibuang tidak mengubah atau merusak arti kalimat itu.
4.
Cermat Dan Menggunakan Bahasa Baku
Dalam menulis,
seseorang harus cermat menempatkan kata yang tepat dan perlu diingat, jangan
menggunakan kata berulang-ulang dalam satu kalimat atau satu tulisan, sehingga
tidak membosankan. Selain itu, harus tetap menggunakan bahasa baku yang telah
dipelajari sejak SD dan pengetahuan itu tetap digunakan.
Ada satu
catatan yang perlu diingat, penulisan di media massa tidak mengenal penyebutan
"kehormatan" yang biasa dipakai dalam bahasa lisan di masyarakat.
Jadi kata bapak, beliau, Yth. Dan sejenisnya tidak ada dalam berita, kecuali
memang gelar khas yang melekat pada diri orang itu.
C. Kesalahan
Bahasa
Meskipun sudah keharusan dan
disepakati bila pers Indonesia menggunakan bahasa baku ( kecuali pers yang
memang menggunakan bahasa daerah atau asing yang terbit di indonesia), tetapi
ketidaktaatan terhadap bahasa baku ini masih sering dilakukan pers Indonesia.
Banyak berita dibuat dan diinformasikan ke masyarakat dengan berbagai
kekeliruan dan kenyataan tersebut sering dipersoalkan pengamat bahasa.
Mengemukakan beberapa penyimpangan bahasa jurnalistik disbanding dengan kaidah
bahasa Indonesia baku, yang akan diuraikan berikut ini.
1. Kesalahan Sintaksis
Kesalahan ini berupa kesalahan pemakaian tata bahasa atau struktur
kalimat yang kurang tepat sehingga sering mengacaukan pengertian. Hal ini
sering ditemui disebabkan logika yang kurang bagus.
2. Kesalahan Ejaan Dan Kata
Kesalahan ini hampir setiap hari dijumpai
dalam surat kabar, misalkan dalam penulisan kata, seperti: jumat ditulis
jum’at, khawatir ditulis hawatir atau kawatir, jadwal ditulis jadual, dan
kata-kata lainnya.belum lagi ejaan yang perlu kepastian dalam penulisannya,
seperti Menado atau Manado, Jogjakarta atau Yogyakarta, manajemen atau
menejemen atau managemen, serta berbagai
kata lainnya(yang sebetulnya semuanya itu bisa diacu kepada Kamus Besar Bahasa
Indonesia )
3. Kesalahan Pemenggalan
Kesalahan ini menyebabkan muncul kesan di media cetak kata yang tidak muat dalam satu garis dibuat
asal penggal saja. Kesalahan pemenggalan itu terjadi pada umumnya karena dalam
computer, pemenggalan dalam penggunaan bahasa inggris, bukan bahasa Indonesia,
sedangkan petugas koreksi (korektor) Di media cetak biasanya tidak memiliki
waktu untuk memperbaiki kesalahan pemenggalan yang cukup banyak itu. Kesalahan
demikian dapat diantisifasi dengan mengubah progam pemenggalan di computer
media menjadi program pemenggalan bhasa Indonesia.
Tentu saja, kalangan pers dapat beralasan, media memiliki keterbatasan
dan keunikan tersendiri, seperti terbatasnya ruangan (halaman) dan waktu tayang
(elektronik) serta waktu (dikejar deadline),
sedangkan penggunaan bahasa Indonesia harus efisien.
4. Lima Kendala Utama
Selain
kesalahan bahasa, terdapat lima kendala utama yang harus diwaspadai wartawan atau reporter guna dapat menulis berita yang menarik.
Diantaranya:
a. Menulis dibawah Tekanan
Dalam menulis berita, wartawan atau reporter dituntut memiliki
kecepatan. Dalam arti harus segera menyusun berita karena dikejar batasan
waktutayang (media elektronik) dan deadline yang harus ditepati (media cetak).
Akibatnya, wartawan sering menulis tergesa-gesa sehingga tidak punya waktu
memperindah tulisan dengan pilihan kata-kata yang tepat atau membuang kalimat
yang tidak perlu supaya membuat tulisan yang buruk menjadi lebih sempurna.
b. Kemasa-bodohan Dan Kecerobohan
Selain karena tergesa-gesa, kemalsan juga dapat
membuat gaya penulisan menjadi “encer”. Tentu yang dimaksud adalah kemalasan
berpikir, kemalasan mencari kata-kata atau istilah yang tepat. Seseorang
cenderung mengikutiapa yang sudah dilakukan orang lain, tidak mau berusaha
menciptakan sendiri. Akibat kemalasan tersebut, timbul sikap masa bodoh atau
tidak peduli.
c. Malas Mengikuti Petunjuk
Petunjuk dalam menggunakan bahasa meliputi tata
bahasa, kaus dan pedoman ejaan yang disempurnakan. Masih ada media massa
menulis binatang langkah (seharusnya binatang langka) atau mengucapkan kata
“agar supaya” yanag sebenarnya cukup salah satu saja. Bahkan, seandainya
dirinci satu per satu, tentu masih banyak kesalahan-kesalahan lain yang di
media massa, meskipun tentu bukan karena kesengajaan.
d. Ikut - ikutan
Tokoh terkenalpun sering menjadi acuan khalayak yang tidak
mustahil ditiru orang banyak, hal ini akan mudah dilihat dari perilaku atau
cara berpakaian, dan hal itu juga terjadi dalam hal berbahasa. Dulu, ketika masa pemerintahan presiden
Soekarno, banyak petinggi Negara mengucapkan akhiran kan kenjadi ken.
e. Merusak Arti
Pilihan kata merupakan hal yang penting dalam menulis,
terutama menulis berita bagi media massa. Kata yang dipilih untuk kalimat harus
tepat. Contoh “memukul” tidak sama dengan “meninju”kecuali mungkin dalam bahasa
dialek Betawi “Jakarta”. Memukul biasanya menggunakan alat sedangkan meninju
menggunakan kepalan tangan dan banyak contoh lain yang dapat dicari.
D.
Peran Pers dalam Bahasa
Gaya bahasa
penulisan berita, menurut Assegaf
(1983),, langsung menjamah materi, tidak dengan “bunga-bunga” atau bertele-tele.
Gaya bahasa nya sederhana, dengan kalimat pendek-pendek, menggunakan kata yang
jelas dan mudah dimengerti serta langsung mengenai pokok permasalahan.
Gaya bahasa
media massa memang berbeda dengan gaya bahasa sastra, karena orang membaca
surat kabar berbeda dengan membaca novel dan hasil sastra lainnya, atau orang
mendengar berita berbeda dengan pemirsa sinetron atau cerita bersambung di
radio.
Pembaca berita
di surat kabar banyak yang merupakan kelompok orang yang hidup dalam keadaan
bergegas dan terserap hiruk pikuk kehidupan.
Banyak yang menilai pembaca surat kabar hanya mereka yang membaca “kepala”
berita, mereka tidak sempat membaca secara lengkap. Mereka hanya ingin tahu
informasi yang diberitakan.
Kekhawatiran tentang pengaruh media terhadap bahasa itu meliputi: masuknya
kata dari bahasa daerah yang belum lazim diterima masayarakat, misalnya kata
“satron” itu, bagi masyarakat Jakarta atau Betawi sudah dimengerti, begitu juga
“mbalelo”, bagi masyarakat jawa tidak masalah, bagaimana dengan daerah lain? Sedang media massa tersebar atau tersiar dari Aceh hingga Papua.
Judul merupakan
pemadatan dari isi berita, namun harus mecerminkan isi berita, tetapi runag
yang tersedia menulis judul terbatas. Karena itu, judul berita terpaksa
menggunakan bahasa singkat dan padat. Judul harus memiliki daya Tarik supaya
orang ingin membaca beritanya. Supaya menarik, judul
harus dibuat menonjol, mudah dipahami, dan (minimal) membuat orang ingin tahu
apa isi berita di media massa itu.
Media massa
membuat semakin banyak penggunaan istilah asing dalam media massa yang
terkadang sebagian sudah ada apada kata dalam bahasa Indonesia, tetapi juga
banyak yang hingga kini memang belum ada katanya, seperti off the record
dan on the record.
Persoalan
lainnya menyangkut singkatan (akronim) yang semakin banyak. Singkatan yang
banyak itu sebelumnya dibuat kalangan militer dan dinas-dinas khusus untuk
kepentingan intern lembaga itu yang akhirnya masuk ke media massa. Sedangkan
dilingkungan per situ sendiri karena kendala teknis, muncul dorongan
menggunakan akronim, misalnya Jakarta Pusat disingkat Jakpus, sudah merupakan
singkatan, tetapi program ABRI Masuk Desa disingkat lagi menjadi AMD.
Selain dari
sisi penulisan, sisi pengucap juga sering
menjadi masalah. Nama tempat diberbagai belahan bumi ini belum seragam,
akibatnya menulis dan megucapkan nama-nama itu menimbulkan persoalan, mana yang
benar. Misalnya, mana yang benar Jogyakarta atau Yogyakarta?, Menado atau
Manado?, Kamboja atau Kambodia?, Moskow atau Moskwa?, dan tentu masih banyak
contoh lainnya.
Kini masalah
ejaan nama tempat dan orang sudah ada pemecahannya, karena Lembaga Bahasa
Nasional sudah menyusun patokan, sedang dari media massa, Lembaga Kantor Berita
Nasinal “Antara” merumuskan buku gaya bahasa yang menjadi pegangan pada
redaktur dikantor berita tersebut. Diharapkan, penulisan nama dan tempat nanti
bisa seragam, meskipun begitu tetap diperlukan kehati-hatian. Yang pasti, untuk
menggunaan kata yang sesuai dengan ejaan yang disempurnakan (EYD), saat ini
kita bisa berpatokan kepada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) yang
diterbitkan oleh Pusat Bahasa dengan Balai Pustaka, bahkan juga sudah ada
aplikasi darinya, termasuk juga di Android.
Masalah yang
paling baru, banyaknya presenter televisi dan radio yang siarannya untuk
kelompok remaja mencampur-adukkan bahasa
Indonesia dengan bahasa Inggris, tentu saja bagi mereka hal itu terlihat keren
atau cool, tetapi pada bagian lain tentu kita sepakat cara
itu tidak mendidik masyarakat dalam hal
berbahasa Indonesia.
Namun, dibalik
kekurangan media massa tersebut, bangsa ini juga harus jujur, tidak sedikit
peran positif media massa dalam perkembangan bahasa Indonesia, media massa
merupakan institusi yang berperan sangat aktif untuk menyebarkan bahasa
Indonesia menjadi bahasa persatuan seperti sekarang ini. karena setiap daerah
di Indonesia ini memiliki bahasa ibu masing-masing, sehingga awalnya bahasa
Indonesia tentu belum merata dikuasai masyarakat. Secara tidak langsung, media
massa sudah bertidnak sebagai “guru” bahasa Indonesia dan ilmu pengetahuan lain
lagi bagi masyarakat dengan segala kekurangan dan keterbatasannya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Bahasa jurnalistik merupakan bahasa komunikasi massa sebagai bahasa
dalam harian-harian surat kabar dan majalah yang digunakan oleh wartawan
atau jurnalis dalam menulis karya-karya
jurnalistik. Bahasa Jurnalistik memiliki dua ciri utama : komunikatif dan
spesifik. Komunikatif artinya langsung ke pokok materi atau ke pokok persoalan,
bermakna tunggal, tidak konotatif, tidak bertele-tele, dan tanpa basa-basi.
Dasar-dasar bahasa jurnalistik
adalah:
1.
Singkat dan padat
2.
Jelas dan logis
3.
Hemat dan menarik
4.
Cermat dan menggunakan bahasa baku
Kesalahan-kesalahan
dalam bahasa
1.
Kesalahan sinteksis
2.
Kesalahan ejaan dan kata
3.
Kesalahan pemenggalan
4.
Lima kendala utama
a.
Menulis dibawah tekanan
b.
Kemasa-bodohan dan kecerobohan
c.
Malas mengikuti petunjuk
d.
Ikut-ikutan
e.
Merusak arti
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berkomentarlah yang sopan dan jangan buang waktu untuk melakukan spam. Terima kasih.